Musim hujan mulai bersiap pergi. Waktunya membenahi rumah dan cat dinding yang pudar disana-sini. Setelah memperoleh tukang, saya mulai melakukan kerja bakti. Lemari, buku-buku, tempat tidur, hingga rak piring tiba-tiba seolah terlempar ke segala penjuru rumah. Memberi ruang yang lebih lega agar memudahkan pak tukang memulas kuasnya.
Hari pertama cukup memuaskan. Tukang saya bekerja dengan cepat. Namun rasa puas saya ternyata tak bertahan lama. Hari ketiga semangat pak tukang mulai mengendur. Pekerjaan yang sebelumnya dapat selesai dalam setengah hari, kini ia selesaikan selama satu hari penuh.
Saya yang kian gerah dengan debu plamir dan aroma cat yang menusuk, mau tak mau berpikir bagaimana cara membuatnya bekerja lebih cepat – tentu saja tanpa menyinggungnya.
Aha, saya tahu!
Teringat kejadian minggu lalu, dimana seorang sahabat menyemangati saya untuk menyelesaikan tulisan. Alih-alih memberi semangat hanya dengan kata-kata, ia malah melecut saya dengan ikut menulis bersama. Kami berlomba dengan batas waktu yang telah ditentukan. Hasilnya luar biasa! Saya yang kadang dalam seminggu tidak dapat menghasilkan tulisan apapun, hari itu juga, dalam waktu satu hari dapat menyerahkan beberapa tulisan jadi kepadanya.
Nah, cara itulah yang kemudian saya terapkan pada pak tukang saya. Ikut mengecat! Dengan begitu, saya tidak terlihat sedang mengawasinya langsung. Keinginan saya terwujud. Ia menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat. Meskipun pada akhirnya kegiatan itu malah membuat saya merasa sangat kelelahan di malam hari. Namun tak apa. Bukankah selalu ada harga yang harus dibayar bila kita menginginkan sesuatu?
Saya kini kian meyakini. Ada kalanya menyemangati seseorang tidak cukup hanya dengan kata-kata. Ikutlah ‘bergerak’ serta ambil bagian bersamanya. Setidaknya dengan melihat bahwa kita mampu, ia akan terpacu untuk berbuat hal yang sama. Selain itu, ia pasti lebih merasa diperhatikan dan antusias dalam menyelesaikan tugasnya. Dia bisa, kenapa saya tidak?
Ah, thanks to my Best Friend!